Mohon masukan dan tanggapan dari semua pihak karena saat ini DPRD Provinsi Kalimantan Selatan sedang membahas Draft Raperda Pendidikan Al Qur’an di Kal Sel. Latar belakang mengapa raperda ini diajukan sebagai bentuk keprihatinan dan upaya bersama menyelamatkan generasi muda yang sudah semakin jauh dari nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa. Kita saksikan setiap hari dekadensi moral dan hancurnya nilai-nilai kebaikan, dan merajalelanya tindak kejahatan. Celakanya disaat yang sama anak didik kita mulai jauh dari nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Dari pornografi anak, ekploitasi seksual, handphone porno, pembunuhan dengan mutilasi, tawuran antar pelajar, demo mahasiswa yang anarkis, penyalahgunaan obat, narkoba dan tindak kejahatan lainnya. Inilah sejumlah keprihatinan itu sehingga perlu ada upaya sistmatis untuk membentengi pelajar dan pemuda dengan nilai yang sangat asasi: yaitu pedoman hidup, kitab suci Al Qur’an.
Raperda ini mewajibkan setiap anak didik untuk mampu dan bisa baca tulis al Qur’an baik di sekolah formal maupun non formal. Bahkan memiliki kemampuan memahami isi kandungan al qur’an dan diharapkan bisa membumikannya dengan amal nyata dalam kehidupan sehari-hari. Nah, itulah sasaran dari Raperda ini.
Namun banyak hal yang harus diperjelas dalam raperda ini, antara lain apakah menambah jam belajar siswa atau include dalam 2 jam pelajaran agama, siapa dan bagaimana kualifikasi gurunya, pola rekruitment dan standar pendidikannya, siapa yang berhak mengeluarkan sertifikat kelulusan, yang penting juga sebenarnya pendidikan al Quran ini tanggung jawab siapa? Pemerintah kah, masyarakat atau semuanya. Dan tentu saja ada konsekuensi anggaran dan biayanya, lantas biaya itu dari APBD, swadaya masyarakat atau pihak ketiga seperti dunia usaha, perusahaan melalui program CSR/Corporate Social Responsibility atau melalui iuran masyarakat. Trus ada usulan unik seperti di Padang yang terkenal dengan pepatah Adat basandi syara’, syara basandi Kitabullah, syara mangato adat melaksanakan, bahwa bukan hanya pelajar dan peserta didik yang wajib khatam qur’an, tetapi juga bagi pasangan calon pengantin yang ingin menikah wajib punya sertifikat lulus baca tulis alqur’an, nah lho…? atau seperti di Aceh bahwa siapa saja yang mau menjadi calon Gubernur, Bupati dan Walikota beserta wakilnya harus mengikuti test baca tulis al Qur’an didepan umum, wah-wah saya tidak bisa membayangkan hal itu terjadi. Oleh karena itu ulun minta masukan dari semua pihak: ulama, guru, dosen, pengamat, akademisi, LSM, dan seluruh stake holder untuk perbaikan Raperda ini, trims & ditunggu lah…
Desember 7, 2008 at 7:26 am
kalau aturannya baik,kami selalu mendukung pemerintah,,,,
selamat,semoga sukses….
Desember 7, 2008 at 7:29 am
anda punya blog atau tertarik dengan dunia blog, saya undang anda
untuk gabung dengan komunitas blogger kalsel silakan register di
http://kayuhbaimbai.org atau kontak saya di 085251534313/7718393
salam blogger
chandra
Desember 8, 2008 at 1:47 pm
menurut saya pak, lebih dibebankan kepada orang tua. soalnya amun nang tuha di rumah haja kada manyuruhakan babacaan atau melakukan ibadah, kayapa nang anak menggawi? kepedulian orang tua sangat memprihatinkan saat ini.
tarima kasih, salam blogger salam banua
Desember 8, 2008 at 4:32 pm
Terimakasih telah mampir di blog sampah saya http://www.clearwaste.blogspot.com
Blog anda bagus. Kalau boleh tahu, apakah raperda ini menyebut sebagai kurikulum ‘muatan lokal’? Pendidikan anak juga terutama tanggung jawab orang tua, mungkin ada baiknya para orang tua mulai menerapkan ‘home schooling’, yaitu pendidikan setelah sekolah usai, dilanjutkan budi pekerti di rumah.
Kalau ada waktu silahkan mampir di blog lingkungan saya http://www.sobirin-xyz.blogspot.com
salam: sob
Desember 9, 2008 at 3:36 am
trims tuk semua dukungan dan masukan, kunci pendidikan memang di ortu, itu pasti dah.. tapi regulasi mjd tanggung jawab pemerintah jua, draft raperda ini menyebutkan pelaksanaan pd kurikulum muatan lokal,dan tidak mengurangi jam belajar agama. yah, walaupun harus rebutan dg ekskul lain, seni, olahraga dll..
Desember 9, 2008 at 4:31 am
Selamat pagi Indeonesia!
Ranperda Al Qur’an? Saya kira ini sesuatu yang berlebihan dan justru melecehkan agama (Islam). Pendidikan agama (khususnya pelajaran agama) di sekolah, toh selama ini sudah merupakan pelajaran wajib di seluruh sekolah di Indonesia.
Di Indonesia, kita dapat melihat betapa banyaknya telah dibangun pesantren oleh para ulama. Di setiap kota, dari kecamatan hingga provinsi ada pesantren. Juga sudah ada MIN, MTs, MAN hingga perguruan tinggi berbasis Islam. Apakah semua itu masih kurang?
Jika semua itu masih kurang, berarti ada SESUATU YANG SALAH pada bangsa ini. Dan kita tahu, bangsa ini diatur dan dikelola oleh para orang tua. Belum pernah ada anak-anak muda (generasi muda) yang ikut mengatur negeri ini.
Jika kemudian para generasi muda moralnya dianggap merosot, negeri ini tidaklah lantas boleh dengan mudah menuduh bahwa pendidikan agama (khususnya Al Qur’an dan Islam) kurang. Yang harus introspeksi adalah para orang-orang tua yang selama ini mengatur dan mengelola negara, mulai dari Ketua RT sampai presiden, mulai dari DPRD hingga DPR di Pusat. Apakah selama ini mereka telah memberikan panutan yang baik bagi generasi muda bangsa? Bukankah para orang tua itu adalah orang-orang yang sudah sangat beragama, orang-orang yang sangat Islam?
Bangsa ini tidak memerlukan perda atau undang-undang lagi untuk menegakkan agama (apalagi Islam). Sudah terlalu banyak undang-undang dan perda, yang toh tidak pernah mampu membuat bangsa ini menjadi lebih baik.
Yang dibutuhkan bangsa ini sekarang dan ke depan adalah PEMAHAMAN YANG BAIK TENTANG KEMANUSIAAN. Tentang UNIVERSALITAS KEBERSAMAAN SEBAGAI SESAMA MANUSIA DI MUKA BUMI. Yang diperlukan bangsa ini adalah PENDIDIKAN UNTUK BISA SALING MENGHARGAI SATU SAMA LAIN. Jika setiap anak bangsa bisa menghargai orang lain, niscaya moral bangsa (terutama moral para orang tua – bukan hanya generasi muda)akan menjadi lebih baik.
Dan sekali lagi saya katakan, pembuatan Ranperda atau Perda untuk pendidikan Al Qur’an, atau pendidikan agama apapun, sungguh tidak dibutuhkan. Karena hal tersebut justru melecehkan agama, seolah-olah agama tak berdaya apa-apa sampai harus diatur dan dibuat perda oleh manusia, oleh pejabat, yang maaf – belum tentu semuanya patut dipanuti oleh para generasi muda!
Salam!
Desember 9, 2008 at 9:30 am
ha?
Desember 10, 2008 at 1:08 am
Anda ingin bertamasya di sungai Barito, silakan klik http://baritobasin.wordpress.com
Desember 10, 2008 at 10:29 am
wah saya mendukung aja pak.
dgn begitu ada payung hukum nya tuk mendakwah islam di kalsel ini.
saya yakin Allah pasti memberkahi para wakil rakyat tersebut.amin…
masih ingat ulun kalo pian??
Desember 17, 2008 at 6:54 pm
Pendapat saya?
Setelah memperhatikan pengantar yg ada, tentang dekadensi moral, dll. Maka menurut saya, solusi yang diambil melalui raperda ini sangat artifisial.
Masalahnya jelas ada pada penegakan hukum. Percuma khatam Al-Quran berkali-kali, kalau sistem sosial kita dijalankan dengan bobrok, percuma !
Kalau masalah moralitas ini dinilai sudah sedemikian parah, maka pola tindak yang harus diambil adalah pola tindak taktis. Kalau raperda ini, bahkan dari dasar pemikiran strategis pun tidak, saya hanya bisa menilai bahwa ini sekedar publisitas, karena itulah saya katakan solusi ini sangat artifisial.
Sangat mudah kalau ingin menjadi baik. Tegakkan dan jalankan aturan yang sudah ada dan bejibun ini dengan baik, sesuaikan dengan tujuan. Jangan misalnya warnet di batasi sampai jam 24.00 tapi diskotik dibiarkan buka lebih dari itu.
Para pejabat (dan keluarganya) berikan tauladan yang baik bagi publik, Anggota DPRD, bekerja yang betul atas nama rakyat, aparat hukum tegakkan hukum tanpa ada negosiasi. Selesai perkara, sangat taktis sebetulnya, tapi sulit.
Saya khawatir, bahwa raperda ini hanyalah sebuah bentuk pelecehan baru terhadap kitab suci dan islam. Seolah menisbahkan pesoalan kepada umat Islam. Ternyata, kita sendiri masih gemar melecehkan diri sendiri, tak perlu lagi rasanya menuding negara dan umat lain atas pelecehan ini…
Titip salam untuk seluruh penyusun raperda dan titip pertanyaan untuk seluruh penyusun raperda,
Sudahkan bekerja dengan benar?
Pernahkah melakukan nego yang mengkhianati rakyat?